Nabi Sulaiman dan Ratu Semut



   Sumber gambar: liputan6.com

Oleh: Mufidatul Munawaroh, Mahasiswa Pendidikan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang

 

Kisah Nabi dan Rasul pastinya sudah tidak asing lagi bagi kita. Termasuk kisah Nabi Sulaiman as. Sebagaimana kita tahu, Nabi Sulaiman as. dianugerahi pengetahuan mengenai bahasa binatang dan memimpin kerajaan dari tiga golongan, yakni manusia, binatang dan bangsa jin.

Salah satu kisah Nabi Sulaiman yang diabadikan dalam Al-Qur’an adalah tentang Nabi Sulaiman yang mendengar percakapan seekor semut dengan semut yang lain. Percakapan ini terukir di dalam Qur’an surat An-Naml ayat 18.

حَتَّىٰٓ إِذَآ أَتَوۡاْ عَلَىٰ وَادِ ٱلنَّمۡلِ قَالَتۡ نَمۡلَةٞ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّمۡلُ ٱدۡخُلُواْ مَسَٰكِنَكُمۡ لَا يَحۡطِمَنَّكُمۡ سُلَيۡمَٰنُ وَجُنُودُهُۥ وَهُمۡ لَا يَشۡعُرُونَ 

Artinya: “Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari";

Dalam tafsir Jalalayn disebutkan bahwa lembah semut ini berada di Kota Thaif yang terletak di Negeri Syam. Ayat di atas menceritakan seekor semut yang memerintahkan semut-semut lain untuk masuk ke sarangnya agar tidak diinjak oleh bala tentara Nabi Sulaiman as dengan bahasa mereka. Jika hanya sekilas membaca ayat dan terjemahannya, rasanya tidak ada yang perlu didiskusikan lebih panjang. Namun, jika mau menelisik lebih jauh, ternyata terjemah dari surat an Naml ayat 18 tidak hanya sebatas itu. Jika dicermati, diksi ayat yang menyebutkan menggunakan kata “qalat namlatun” tidak cukup jika hanya diartikan “berkata seekor semut”.

Prof. Agus Purwanto dalam bukunya Ayat-Ayat Semesta lebih jauh menjelaskan terjemah dari qalat namlatun mestinya “(telah) berkata seekor semut betina”. Sebab namlatun membawa tanda ta’ marbutoh (ة) sebagai tanda isim mu’annats (kata benda perempuan), sehingga semut yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah semut betina. Demikian pula kata qalat yang mendahuluinya berasal dari qala yang disandari hiya, yakni isim dhamir yang menunjukan subjek mu’annats dan mufrad (perempuan tunggal).

Jika kisah semut ini dikaitkan dengan dunia manusia, seorang yang bisa memberi perintah adalah pemerintah atau seorang pemimpin. Artinya dalam ayat ini ditegaskan bahwa semut betina tersebut adalah pemimpin para semut. Sehingga dapat digunakan istilah Ratu Semut.

Ketika al-Qur’an menjelaskan suatu kisah, maka akan banyak hikmah yang terkandung di dalamnya. Dalam kisah Nabi Sulaiman as. ini, bukan hanya bercerita tentang mukjizat Nabi Sulaiman yang menguasai bahasa binatang (dalam hal ini bahasa semut), melainkan juga menunjukan dimensi sains. Setelah berabad-abad lamanya, penelitian modern yang meneliti dunia serangga menghasilkan penemuan bahwa dalam setiap kerajaan atau kawanan semut, seekor semut betinalah yang berperan sebagai pemimpin. Semua anggota yang ada dalam kerajaan tersebut tunduk pada segala perintah dan keputusan sang ratu semut.

Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah mengapa yang dipilih adalah semut, bukan hewan lain? Dunia sains sudah menjawab pertanyaan ini melalui berbagai penelitian yang menunjukkan keistimewaan semut dibanding dengan hewan yang lain. Di antaranya yakni semut hidup secara berkelompok di mana setiap anggota kelompok semut memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Semut memiliki bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan sesama semut, semut juga mengenal sistem navigasi yang lebih baik dibandingkan manusia, dan masih banyak keistimewaan semut yang lain.

Inilah pentingnya belajar ilmu, baik sains maupun agama. Ayat 18 surat an-Naml ini tidak akan diketahui maknanya jika tidak menguasai bahasa Arab. Tidak akan diketahui konteksnya jika tidak mengetahui sejarah. Tidak akan diketahui makna tersirat mengenai semut ini jika tidak ada sains modern. Maka agaknya tepat kalimat bahwa tidak ada dikotomi antara sains dan ilmu agama. Sebab semuanya wajib dipelajari bahkan dikuasai.

Semasa Dinasti Utsmani di Turki mulai lumpuh kekuasaanya sebab digerogoti penyakit intern dan serangan luar lebih tepatnya Barat yang begitu gencar dilakukan, seorang cendekiawan muslim yang juga ulama besar di zamannya, Badiuzzaman Said Nursi, mendirikan madrasah-madrasah yang mengajarkan ilmu modern dan ilmu agama di daerah Anatolia. Siang Said Nursi mengajarkan ilmu modern, dan malamnya Beliau mengajarkan ilmu agama.

Said Nursi menyeru pada masyarakatnya agar tidak ragu belajar ilmu modern. Sebab saat itu banyak ulama maupun masyarakat yang sangat anti mempelajari ilmu modern karena beranggapan segala yang berbau modern adalah produk musuh Islam. Dalam tadabbur nya yang panjang, Said Nursi mencetuskan pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi bagi Muslim, sama pentingnya dengan akidah dan syariat bagi Muslim. Wallahua’lam.

 


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Jenjang Pendidikan Formal Kader HMI

Implementasi Bersyukur dan Ikhlas dalam Meneguhkan Qalbu

Memahami Surat Yusuf Ayat 2: Agar Menggunakan Akal